Bencana alam banjir bandang yang terjadi di Wasior belum lama ini menurut para penggiat lingkungan hidup, disebabkan oleh rusaknya hutan pada kawasan penyangga, bencana itu kemudian mengingatkan kita pada bencana serupa yang terjadi di Sentani tahun 2006 lalu, penyebabnya sama yakni rusaknya kawasan penyangga Cagar Alam Cyclop. Lalu apa hikmahnya? Berikut penuturan Direktur Eksekutif Yayasan Lingkungan Hidup ( YALI ) Papua, Bastian Wamafma kepada tim papua baru…
Laporan: Alberth Yomo
“ Perhatian kepada ( Cagar Alam )Cyclop sudah belasan tahun lalu diberikan, dan telah banyak kegiatan yang dilakukan baik oleh Pemerintah, Lembaga Sawadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi maupun Lembaga Internasional, melalui kajian-kajian yang kemudian diseminarkan dan mendapat berbagai rekomendasi namun hasilnya mandek? Ibarat menjaring angin alias sia-sia saja, “ ungkap Bastian Wamafma, Direktur Eksekutif Yali Papua kepada papua baru di kantornya, Senin(15/11 ) kemarin.
Dijelaskan, bahwa keprihatinan berbagai pihak terhadap keberadaan cagar alam cyclop sudah berlangsung lama, dan telah dilakukan berbagai kajian terhadap sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, maupun dampak dari pemanfaatan sumber daya alam itu, bahkan puluhan rekomendasi sudah dihasilkan dari kajian-kajian yang dilakukan berbagai pihak tersebut.
“ Tapi sayang upaya-upaya yang dilakukan berbagai pihak itu tidak mampu membendung ancaman-ancaman yang menimpa kawasan, seperti berkurangnya kualitas dan kuantitas debit air, yang merupakan implikasi pertambahan penduduk, perladangan bebas dan pemanfaatan kayu soang yang meningkat dari tahun ke tahun,” ujar Bas panggilan akrab Bastian Wamafma.
Pernyataan Bastian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Direktur PDAM Jayapura Gading Butar Butar beberapa waktu lalu dalam suatu jumpa pers di Jayapura, dimana dalam pernyataan itu Gading Butar Butar mengungkapkan, bahwa debit air di kota Jayapura dari sisi kualitas dan kuantitasnya sudah sangat mengkuatirkan, jika tidak segera dipecahkan akar masalahnya, maka masyarakat di kota Jayapura siap menanggung konsekuensinya.
Menurut Bastian, bahwa hal yang penting dan mesti dilakukan Pemerintah saat ini adalah bertindak menjalankan rekomendasi-rekomendasi yang pernah dibuat dan disepakati, sehingga pertemuan-pertemuan yang pernah dilakukan benar-benar memberi manfaat yang signifikan sejalan dengan waktu, uang dan tenaga yang telah dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga social lainnya, kalau perlu tindakan tegas.
“Relokasi warga, penyusunan peraturan dalam bentuk Perda tentang pengelolaan CAC (Cagar Alam Cyclop) merupakan dua contoh dari hal-hal yang pernah dibicarakan pada setiap kesempatan berbicara tentang cyclop, tetapi apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu, rekomendasi yang dihasilkan pada pertemuan itu, tidak ada yang jalan, entah kenapa,” ujar Bas yang menjadi penggiat lingkungan hidup dari tahun 2000 ini.
Hal lainnya yang diamati Bas adalah ego sektoral, dimana Pemerintah Daerah dan Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat yang melakukan kajian terhadap keberadaan cyclop berjalan sendiri-sendiri.” Dua-duanya bikin kegiatan, tapi setelah itu mentok ( macet ) saat implementasi,” tegasnya.
Bas kemudian mengingatkan, bahwa dari hasil kajian Natural Resources Management bekerjasama dengan BAPPEDALDA Provinsi tahun 2002 hingga tahun 2004 wilayah angkasa kota Jayapura hingga Kampung Doyo Kabupaten Jayapura, ada hidup lebih dari 2000an jiwa penduduk yang menetap dalam kawasan , dan ini akan menjadi ancaman serius pada tahun-tahun mendatang bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan.” ungkapnya
Jadi Bas meminta, kiranya ada kesadaran dari masyarakat untuk tidak melakukan aktifitas dalam kawasan, dan mentaati aturan dan solusi yang ditawarkan Pemerintah, karena ini untuk kebaikan kita semua, agar ada hari depan bagi anak-anak negeri.” Jangan sampai kita dan anak cucu kita mencucurkan air mata karena banjir bandang yang meluluhlantakan rumah dan semua yang kita miliki,” pesannya.***
Laporan: Alberth Yomo
“ Perhatian kepada ( Cagar Alam )Cyclop sudah belasan tahun lalu diberikan, dan telah banyak kegiatan yang dilakukan baik oleh Pemerintah, Lembaga Sawadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi maupun Lembaga Internasional, melalui kajian-kajian yang kemudian diseminarkan dan mendapat berbagai rekomendasi namun hasilnya mandek? Ibarat menjaring angin alias sia-sia saja, “ ungkap Bastian Wamafma, Direktur Eksekutif Yali Papua kepada papua baru di kantornya, Senin(15/11 ) kemarin.
Dijelaskan, bahwa keprihatinan berbagai pihak terhadap keberadaan cagar alam cyclop sudah berlangsung lama, dan telah dilakukan berbagai kajian terhadap sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, maupun dampak dari pemanfaatan sumber daya alam itu, bahkan puluhan rekomendasi sudah dihasilkan dari kajian-kajian yang dilakukan berbagai pihak tersebut.
“ Tapi sayang upaya-upaya yang dilakukan berbagai pihak itu tidak mampu membendung ancaman-ancaman yang menimpa kawasan, seperti berkurangnya kualitas dan kuantitas debit air, yang merupakan implikasi pertambahan penduduk, perladangan bebas dan pemanfaatan kayu soang yang meningkat dari tahun ke tahun,” ujar Bas panggilan akrab Bastian Wamafma.
Pernyataan Bastian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Direktur PDAM Jayapura Gading Butar Butar beberapa waktu lalu dalam suatu jumpa pers di Jayapura, dimana dalam pernyataan itu Gading Butar Butar mengungkapkan, bahwa debit air di kota Jayapura dari sisi kualitas dan kuantitasnya sudah sangat mengkuatirkan, jika tidak segera dipecahkan akar masalahnya, maka masyarakat di kota Jayapura siap menanggung konsekuensinya.
Menurut Bastian, bahwa hal yang penting dan mesti dilakukan Pemerintah saat ini adalah bertindak menjalankan rekomendasi-rekomendasi yang pernah dibuat dan disepakati, sehingga pertemuan-pertemuan yang pernah dilakukan benar-benar memberi manfaat yang signifikan sejalan dengan waktu, uang dan tenaga yang telah dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga social lainnya, kalau perlu tindakan tegas.
“Relokasi warga, penyusunan peraturan dalam bentuk Perda tentang pengelolaan CAC (Cagar Alam Cyclop) merupakan dua contoh dari hal-hal yang pernah dibicarakan pada setiap kesempatan berbicara tentang cyclop, tetapi apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu, rekomendasi yang dihasilkan pada pertemuan itu, tidak ada yang jalan, entah kenapa,” ujar Bas yang menjadi penggiat lingkungan hidup dari tahun 2000 ini.
Hal lainnya yang diamati Bas adalah ego sektoral, dimana Pemerintah Daerah dan Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat yang melakukan kajian terhadap keberadaan cyclop berjalan sendiri-sendiri.” Dua-duanya bikin kegiatan, tapi setelah itu mentok ( macet ) saat implementasi,” tegasnya.
Bas kemudian mengingatkan, bahwa dari hasil kajian Natural Resources Management bekerjasama dengan BAPPEDALDA Provinsi tahun 2002 hingga tahun 2004 wilayah angkasa kota Jayapura hingga Kampung Doyo Kabupaten Jayapura, ada hidup lebih dari 2000an jiwa penduduk yang menetap dalam kawasan , dan ini akan menjadi ancaman serius pada tahun-tahun mendatang bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan.” ungkapnya
Jadi Bas meminta, kiranya ada kesadaran dari masyarakat untuk tidak melakukan aktifitas dalam kawasan, dan mentaati aturan dan solusi yang ditawarkan Pemerintah, karena ini untuk kebaikan kita semua, agar ada hari depan bagi anak-anak negeri.” Jangan sampai kita dan anak cucu kita mencucurkan air mata karena banjir bandang yang meluluhlantakan rumah dan semua yang kita miliki,” pesannya.***
No comments:
Post a Comment