Wednesday, March 20, 2019

Tuesday, March 19, 2019

Saturday, February 16, 2019

SD Inpres 24 Bamaha Kabupaten Pegunungan Arfak Butuh Tambahan Guru Berdedikasi

Murid SD Inpres 24  Bamaha ketika bermain bola di halaman sekolah.
Soni Modoch, guru honorer Sekolah Dasar (SD) Inpres 24 Kampung Bamaha Distrik Anggi, Kabupaten Pegunungan Arfak, terpaksa membebaskan siswa-siswinya bermain sepakbola dan Volly selama waktu belajar, karena tak ada guru lain yang membantunya mengajar.

Pria asal Nusa Tenggara Timur ini mengatakan, dirinya kesulitan mengajar kelas 1 sampai kelas 6 seorang diri. Sehingga tak ada pilihan lain baginya untuk membebaskan siswa-siswi sekolah itu berolahraga hingga tiba waktu pulang sekolah.

Padahal anak didik di sekolah itu yang berjumlah  50 murid, banyak yang belum bisa membaca, menulis dan berhitung. Ketika dirinya memutuskan untuk mengajar satu kelas, lainnya terganggu, dan sulit diatasi. Bahkan yang diajar juga merasa terganggu dan tidak konsentrasi. Sehingga dalam situasi itu, bermain bola Bersama di lapangan sekolah menjadi pilihan.

" Ada tiga guru honor, tapi semua masih berada di luar. Kepala Sekolah juga sudah lama tidak masuk sekolah, " katanya.

Soni menjelaskan, dari 4 guru di sekolah itu, hanya Kepala Sekolah yang statusnya Pegawai Negeri Sipil,sedangkan 3 lainnya adalah guru honorer. Hanya sayangnya, semua tak begitu aktif mengajar, sehingga dirinya yang menanggung beban itu.

Soni berharap kiranya Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, Gubernur Papua Barat dan Bupati Kabupaten Pegunungan Arfak dapat menambah beberapa guru yang berdedikasi di SD Inpres 24 Kampung Bamaha. Selain itu harus ada aturan dan tindakan tegas bagi guru-guru yang tidak pernah mengajar dan meninggalkan tempat tugas dalam waktu yang lama.

Hal serupa juga dikatakan seorang sukarelawan dari Perkumpulan Bentara Papua, bernama Dessy. Selama sebulan (November-Desember 2018) berada di Kampung Bamaha, dirinya hanya melihat Pak Soni, tidak ada guru lain. Dessy bahkan membantu mengajar siswa-siswi kelas IV di SD itu.

" Saya sedih juga, mereka sudah kelas IV tapi banyak yang belum bisa membaca. Saya membantu dengan lebih banyak menggambar, dan mereka ternyata suka menggambar,"kata Dessy.

Dessy menambahkan, mereka yang sekolah di SD Inpres Bamaha, selain anak-anak dari Kampung Bamaha, ada juga anak-anak dari Kampung Kostera dan Testega yang sangat rajin berjalan kaki menuju sekolah.

Sangat miris ketika orang tua anak-anak ini mengetahui kalau anak-anaknya tiap hari berjalan kaki ke sekolah untuk menuntut ilmu dan menjadi pintar, justru menghadapi kenyataan yang berbeda dengan kondisi sekolah tanpa guru.

Karena itu, Dessy juga berharap ada penambahan guru di SD Inpres 24 Bamaha, sehingga anak-anak di SD itu bisa mengikuti proses belajar dengan baik, agar mereka bisa membaca, menulis dan berhitung.(ab)