Pada tahun 2007 lalu, salah satu media cetak di Jayapura menulis tentang Sekolah Menengah Kejuruan yang baru diresmikan di Kabupaten Tolikara, dalam tulisan itu, dikatakan sekolah tersebut mampu menampung ribuan siswa dan ungkapan lainnya soal kelebihan sekolah tersebut. Namun sudah tiga tahun berlalu, tak terdengar kabar tentang sekolah yang katanya bertaraf Internasional itu. Seminggu lebih, pacific post berada di Distrik dimana sekolah itu dibangun, bagaimana kondisinya?
Laporan : Alberth Yomo
Tidak mudah untuk bisa sampai di Distrik Wari Kabupaten Tolikara, transportasi ke sana hanya menggunakan pesawat udara dan jalur transportasi sungai menggunakan longboat. Jika menggunakan pesawat udara, nampaknya harus dicarter dengan puluhan juta rupiah, namun jika ingin yang lebih murah, pasti lewat jalur sungai, tapi itupun tidak mudah.
Menggunakan transportasi sungai, terlebih dahulu harus transit di lapangan terbang Dabra yang biasanya melayani penerbangan perintis Merpati yang disubsidi Pemerintah,yang tentunya harga tiketnya bisa terjangkau. Kemudian dari Dabra, setelah menyiapkan bensin kurang lebih 30 liter, sewa perahu longboat dengan ketinting atau motor temple lalu menyusuri sungai Mamberamo( Taritatu ), kemudian masuk kali Taiyeve, transit di kampong Taiyeve I, lalu melanjutkan perjalanan menyusuri kali Wari hingga tiba di pelabuhan Wari.
Apabila kondisi kali dalam keadaan banjir atau air naik, maka perjalanan tersebut bisa lebih cepat, dapat menghabiskan waktu kurang lebih 5 jam. Tetapi jika kalinya dalam kondisi normal, maka butuh waktu lebih dari 6 jam, karena perlu extra usaha untuk menarik perahu ketika terkandas di bebatuan, dan perlu menyimpan sebagian tenaga untuk memikul beban dan berjalan kaki sejauh 2 kilometer lagi untuk sampai di Ibukota Distrik Wari.
Beruntung pada perjalanan ke sana, ketika bermalam di Taiveye I, turun hujan deras, sehingga kali Wari banjir dan air naik cukup tinggi, sehingga pagi harinya kami bergegas cepat menuju Distrik Wari. Dua jam berikut, kami telah berada di pemukiman masyarakat Wari. Setelah 4 hari berdiskusi dan melakukan observasi kondisi kampong, hari ke-lima, saya khususkan untuk melihat dari dekat sekolah menengah kejuruan itu.
Ditemani oleh salah seorang pemuda Kampung, saya disarankan menggunakan sepatu boat karet untuk kami memasuki lokasi sekolah, karena lokasi sekolah menurutnya sudah ditutupi rumput liar, yang ditakuti kalau-kalau ada ular berbisa. Dan memang benar, nampak seluruh halaman sudah ditumbuhi rumput setinggi pinggang orang dewasa, bahkan pohon liar juga tak jarang terlihat di areal seluas kurang lebih 3 hektar itu, seperti sebuah bangunan yang sudah tidak digunakan lagi. …( bersambung )
Laporan : Alberth Yomo
Tidak mudah untuk bisa sampai di Distrik Wari Kabupaten Tolikara, transportasi ke sana hanya menggunakan pesawat udara dan jalur transportasi sungai menggunakan longboat. Jika menggunakan pesawat udara, nampaknya harus dicarter dengan puluhan juta rupiah, namun jika ingin yang lebih murah, pasti lewat jalur sungai, tapi itupun tidak mudah.
Menggunakan transportasi sungai, terlebih dahulu harus transit di lapangan terbang Dabra yang biasanya melayani penerbangan perintis Merpati yang disubsidi Pemerintah,yang tentunya harga tiketnya bisa terjangkau. Kemudian dari Dabra, setelah menyiapkan bensin kurang lebih 30 liter, sewa perahu longboat dengan ketinting atau motor temple lalu menyusuri sungai Mamberamo( Taritatu ), kemudian masuk kali Taiyeve, transit di kampong Taiyeve I, lalu melanjutkan perjalanan menyusuri kali Wari hingga tiba di pelabuhan Wari.
Apabila kondisi kali dalam keadaan banjir atau air naik, maka perjalanan tersebut bisa lebih cepat, dapat menghabiskan waktu kurang lebih 5 jam. Tetapi jika kalinya dalam kondisi normal, maka butuh waktu lebih dari 6 jam, karena perlu extra usaha untuk menarik perahu ketika terkandas di bebatuan, dan perlu menyimpan sebagian tenaga untuk memikul beban dan berjalan kaki sejauh 2 kilometer lagi untuk sampai di Ibukota Distrik Wari.
Beruntung pada perjalanan ke sana, ketika bermalam di Taiveye I, turun hujan deras, sehingga kali Wari banjir dan air naik cukup tinggi, sehingga pagi harinya kami bergegas cepat menuju Distrik Wari. Dua jam berikut, kami telah berada di pemukiman masyarakat Wari. Setelah 4 hari berdiskusi dan melakukan observasi kondisi kampong, hari ke-lima, saya khususkan untuk melihat dari dekat sekolah menengah kejuruan itu.
Ditemani oleh salah seorang pemuda Kampung, saya disarankan menggunakan sepatu boat karet untuk kami memasuki lokasi sekolah, karena lokasi sekolah menurutnya sudah ditutupi rumput liar, yang ditakuti kalau-kalau ada ular berbisa. Dan memang benar, nampak seluruh halaman sudah ditumbuhi rumput setinggi pinggang orang dewasa, bahkan pohon liar juga tak jarang terlihat di areal seluas kurang lebih 3 hektar itu, seperti sebuah bangunan yang sudah tidak digunakan lagi. …( bersambung )
No comments:
Post a Comment