Monday, June 13, 2011
Bas Suebu: MRP Hanya Satu, Kecuali Referendum
Barnabas Suebu |
Jayapura- Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu,SH menegaskan bahwa jiwa dari Undang-Undang Otonomi Khusus, itu mengamanatkan bahwa MRP satu. Tidak ada pasal dalam Undang-Undang Otsus yang mengamanatkan MRP itu lebih dari satu, kecuali melalui Referendum. Oleh karena itu tidak ada satu pasalpun yang mengatakan MRP itu dua. Jadi dua MRP itu bertentangan dengan Undang-Undang Otsus, walaupun tidak bertentangan dengan PP 56.
“Nah, kalau MRP mau jadi dua, semua anggota MRP harus kembali menanyakan kepada konstituennya, apakah itu yang rakyat Papua kehendaki? karena mereka adalah wakil yang mewakili kepentingan seluruh rakyat Papua. Tetapi ini kembali kepada rasa tanggung jawab dari semua anggota MRP terhadap masa depan dan kelanjutan hidup, keutuhan dari penduduk asli Papua, dari keturunan kepada keturunan berikutnya,” tegas Bas Suebu, ketika ditemui wartawan di VIP Room, Bandara Sentani, Sabtu(11/6) lalu.
Kalau tidak, kata Bas, tindakan seperti itu, akan membawa akibat yang besar untuk kelangsungan hidup penduduk asli di tanah yang Tuhan anugerahkan ini.
Jika Mendagri kemudian melantik MRP Papua Barat bagaimana? Bas kembali menegaskan, bahwa ini bukan masalah Menteri Dalam Negeri, tetapi ini menyangkut masalah keutuhan bangsa dan Negara ini. Jadi masalah ini bisa sampai ke mahkamah Konstitusi dan bisa membawa dampak internasional kembali ke Papua. Ini bukan soal main-main, tetapi akan membawa akibat-akibat yang besar.
“Jadi Pemerintah Provinsi tidak bisa intervensi, kecuali MRP sendiri memutuskan yang terbaik, dan itu harus mewakili kepentingan penduduk asli, bukan kepentingan pribadi sesaat, itu sikap yang bisa saya sampaikan,” jelasnya. (alberth yomo )
“Nah, kalau MRP mau jadi dua, semua anggota MRP harus kembali menanyakan kepada konstituennya, apakah itu yang rakyat Papua kehendaki? karena mereka adalah wakil yang mewakili kepentingan seluruh rakyat Papua. Tetapi ini kembali kepada rasa tanggung jawab dari semua anggota MRP terhadap masa depan dan kelanjutan hidup, keutuhan dari penduduk asli Papua, dari keturunan kepada keturunan berikutnya,” tegas Bas Suebu, ketika ditemui wartawan di VIP Room, Bandara Sentani, Sabtu(11/6) lalu.
Kalau tidak, kata Bas, tindakan seperti itu, akan membawa akibat yang besar untuk kelangsungan hidup penduduk asli di tanah yang Tuhan anugerahkan ini.
Jika Mendagri kemudian melantik MRP Papua Barat bagaimana? Bas kembali menegaskan, bahwa ini bukan masalah Menteri Dalam Negeri, tetapi ini menyangkut masalah keutuhan bangsa dan Negara ini. Jadi masalah ini bisa sampai ke mahkamah Konstitusi dan bisa membawa dampak internasional kembali ke Papua. Ini bukan soal main-main, tetapi akan membawa akibat-akibat yang besar.
“Jadi Pemerintah Provinsi tidak bisa intervensi, kecuali MRP sendiri memutuskan yang terbaik, dan itu harus mewakili kepentingan penduduk asli, bukan kepentingan pribadi sesaat, itu sikap yang bisa saya sampaikan,” jelasnya. (alberth yomo )
Friday, June 10, 2011
11 Cabor Direkomendasikan Untuk Porwanas 2013
peserta rakernas siwo pwi, 27-29 2011 di kendari-Sultra |
" Dari Hasil Rakernas SIWO PWI di Kendari"
Kendari- Seksi Wartawan Olahraga ( SIWO ) PWI cabang seluruh Indonesia akhirnya menyepakati 11 cabang olahraga untuk dipertandingkan pada Pekan Olahraga Wartawan Nasional ( Porwanas ) XI, tahun 2013 mendatang.
Kesepakatan itu diambil setelah melalui perdebatan yang sengit selama kurang lebih 7 jam dilalui dalam suasana rapat kerja nasional SIWO PWI Papua 2011 yang berlangsung selama dua hari di Hotel Athaya Kendari, dan ditutup pada Sabtu(28/5) lalu.
Selain menyepakati 11 cabang olahraga yang dipertandingkan pada Porwanas mendatang, rapat kerja SIWO di Kendari juga telah merekomendasikan Jawa Timur sebagai tuan rumah pelaksanaan Porwanas XI,2013 dan HPN 2013, dan merekomendasikan juga Bengkulu sebagai tuan rumah penyelenggara Rakernas SIWO PWI 2012 mendatang.
Awalnya pada rapat kelompok kerja di Surabaya bulan April 2011 lalu mengusulkan 13 cabang olahraga, penambahan pada cabang olahraga Basket ( usulan DKI Jaya ) dan Sepak Takraw ( usulan Sulawesi Tenggara ). Namun, atas protes SIWO PWI Cabang Papua, yang disampaikan Ketuanya Herry Usulu pada Rakernas di Kendari, akhirnya dilakukan voting untuk menentukan masuk tidaknya dua cabang ini. Ternyata dari hasil voting, kedua cabang olahraga ini tidak mendapat dukungan dari sebagian besar pengurus SIWO cabang.
Kesebelas cabang olahraga yang direkomendasikan untuk dipertandingkan pada Porwanas XI 2013 di Jawa Timur nanti antara lain, Atletik memperebutkan 2 emas, Biliar 3 emas, Boling 3 emas, Bridge 2 emas, Bulutangkis 9 emas, Bola Volly 1 emas, Catur 2 emas, Futsal 2 emas, Sepak Bola 1 emas, Tenis Meja 9 emas dan Tenis Lapangan 9 emas.
Dalam Rakernas di Kendari ini, yang menjadi sorotan utama pada pelaksanaan Porwanas XI mendatang adalah soal Atlet yang diwartawankan. Disepakati juga, bahwa pada Porwanas XI nanti, akan diperketat, kartu biru tidak akan menjadi jaminan, tetapi jika ada yang dicurigai bukan wartawan, maka atas laporan pihak yang dirugikan, dengan bukti yang lengkap, maka dewan kehormatan yang akan mengambil tindakan tegas.
Ketua SIWO PWI Cabang Papua, Herry Usulu yang dihubungi wartawan mengaku bangga, karena pada Rakernas SIWO di Kendari ini, beberapa usulan dari SIWO Papua mendapat dukungan dari seluruh pengurus SIWO dari perwakilan PWI se-Indonesia. Selain menggagalkan 2 cabang olahraga yang dinilai akan menambah beban biaya, juga permintaan meminta SIWO seluruh Indonesia mendukung langkah tim kebanggaan kota Jayapura, Persipura Jayapura di ajang AFC Cup di dukung penuh dan mendorong dukungan moral kepada FIFA akan tidak menjatuhkan sanksi kepada PSSI.
“ Saya senang, karena selain usulan kami banyak direkomedasikan, juga salah satu anggota SIWO PWI Cabang Papua, Alberth Yomo ditunjuk sebagai sekretaris pemimpin sidang yang telah memimpin sidang pembahasan berbagai hal hingga tuntas dan hasil rekomendasi tersebut diberikan kepercayaan kepada Alberh Yomo untuk membacakan di depan forum Rakernas Kendari itu. ***
Kendari- Seksi Wartawan Olahraga ( SIWO ) PWI cabang seluruh Indonesia akhirnya menyepakati 11 cabang olahraga untuk dipertandingkan pada Pekan Olahraga Wartawan Nasional ( Porwanas ) XI, tahun 2013 mendatang.
Kesepakatan itu diambil setelah melalui perdebatan yang sengit selama kurang lebih 7 jam dilalui dalam suasana rapat kerja nasional SIWO PWI Papua 2011 yang berlangsung selama dua hari di Hotel Athaya Kendari, dan ditutup pada Sabtu(28/5) lalu.
Selain menyepakati 11 cabang olahraga yang dipertandingkan pada Porwanas mendatang, rapat kerja SIWO di Kendari juga telah merekomendasikan Jawa Timur sebagai tuan rumah pelaksanaan Porwanas XI,2013 dan HPN 2013, dan merekomendasikan juga Bengkulu sebagai tuan rumah penyelenggara Rakernas SIWO PWI 2012 mendatang.
Awalnya pada rapat kelompok kerja di Surabaya bulan April 2011 lalu mengusulkan 13 cabang olahraga, penambahan pada cabang olahraga Basket ( usulan DKI Jaya ) dan Sepak Takraw ( usulan Sulawesi Tenggara ). Namun, atas protes SIWO PWI Cabang Papua, yang disampaikan Ketuanya Herry Usulu pada Rakernas di Kendari, akhirnya dilakukan voting untuk menentukan masuk tidaknya dua cabang ini. Ternyata dari hasil voting, kedua cabang olahraga ini tidak mendapat dukungan dari sebagian besar pengurus SIWO cabang.
Kesebelas cabang olahraga yang direkomendasikan untuk dipertandingkan pada Porwanas XI 2013 di Jawa Timur nanti antara lain, Atletik memperebutkan 2 emas, Biliar 3 emas, Boling 3 emas, Bridge 2 emas, Bulutangkis 9 emas, Bola Volly 1 emas, Catur 2 emas, Futsal 2 emas, Sepak Bola 1 emas, Tenis Meja 9 emas dan Tenis Lapangan 9 emas.
Dalam Rakernas di Kendari ini, yang menjadi sorotan utama pada pelaksanaan Porwanas XI mendatang adalah soal Atlet yang diwartawankan. Disepakati juga, bahwa pada Porwanas XI nanti, akan diperketat, kartu biru tidak akan menjadi jaminan, tetapi jika ada yang dicurigai bukan wartawan, maka atas laporan pihak yang dirugikan, dengan bukti yang lengkap, maka dewan kehormatan yang akan mengambil tindakan tegas.
Ketua SIWO PWI Cabang Papua, Herry Usulu yang dihubungi wartawan mengaku bangga, karena pada Rakernas SIWO di Kendari ini, beberapa usulan dari SIWO Papua mendapat dukungan dari seluruh pengurus SIWO dari perwakilan PWI se-Indonesia. Selain menggagalkan 2 cabang olahraga yang dinilai akan menambah beban biaya, juga permintaan meminta SIWO seluruh Indonesia mendukung langkah tim kebanggaan kota Jayapura, Persipura Jayapura di ajang AFC Cup di dukung penuh dan mendorong dukungan moral kepada FIFA akan tidak menjatuhkan sanksi kepada PSSI.
“ Saya senang, karena selain usulan kami banyak direkomedasikan, juga salah satu anggota SIWO PWI Cabang Papua, Alberth Yomo ditunjuk sebagai sekretaris pemimpin sidang yang telah memimpin sidang pembahasan berbagai hal hingga tuntas dan hasil rekomendasi tersebut diberikan kepercayaan kepada Alberh Yomo untuk membacakan di depan forum Rakernas Kendari itu. ***
Dulu Kami Susah, Sekarang Tidak Lagi, Karena RESPEK
Ketua TPKK Kampung Asei Kecil,Pdt Reinhard Ohee |
Jayapura- Program Respek yang dicetuskan oleh Gubernur Provinsi Papua, DR (HC)Barnabas Suebu,SH dinilai sebagai jawaban Tuhan atas apa yang selama ini digumuli oleh seluruh masyarakat di tanah Papua. Demikian diungkapkan Ketua TPKK Kampung Asei Kecil, Pdt. Reinhard Ohee, ketika menyaksikan penandatanganan 7 prasasti hasil Respek, oleh Gubernur Provinsi Papua di kampong Asei Kecil, kemarin.
“ Dulu kami susah mendapatkan air bersih, tetapi dengan Respek, sekarang tinggal putar kran saja, air sudah di depan mata. Dulu kami susah untuk membangun kampong ini, tetapi dengan Respek, sekarang semua sudah terjawab, dulu anak-anak kami mengeluh soal biaya, tetapi dengan Respek, mereka masih bisa melanjutkan sekolah,” ujar Pdt. Reihard Ohee.
Karena itu, Reinhard percaya bahwa Respek yang digulirkan oleh Pemerintahan yang dipimpin oleh Barnabas Suebu SH, merupakan jawaban Tuhan Yang Maha Kuasa atas penderitaan yang selama ini dirasakan rakyat di kampong-kampung. Doa dan pergumulan masyarakat Papua selama ini telah dijawab melalui Respek ini.
“ Terima kasih bapak pencetus Respek, karena program Bapak yang luar biasa itu, akhirnya sekarang masyarakat bisa melihat secara nyata program pembangunan itu. Dulu, kami hanya sebagai penonton, tetapi sekarang, kami yang bekerja dengan tangan kami sendiri, dan kami yang membangun kampong kami sendiri,” tandas Rein Ohee dihadapan Gubernur Provinsi Papua ini. (alberth yomo )
Gubernur Provinsi Papua Tandatangani 7 Prasasti Hasil Respek
Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, disambut tarian |
Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, tandatangani prasasti hasil Respek |
Bas : “Hasil Respek Mulai Terlihat”
Jayapura- Program rencana strategis pembangunan kampong ( RESPEK ) yang dimulai dari tahun 2007 hasilnya kini mulai terlihat nyata. Demikian diungkapkan Gubernur Provinsi Papua, DR (HC) Barnabas Suebu,SH ketika menandatangani 7 prasasti hasil program Respek dari 2007 – 2010 pada 7 Kampung di Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura, yang berlangsung di Kampung Asei Kecil, kemarin.
“ Ya, saya merasa senang, karena apa yang sudah kita mulai dari tahun 2007, hasilnya mulai nampak. Kita telah memulai sesuatu yang baik, mari kita terus bekerja dan bekerja, lalu kita berdoa kepada Tuhan Yesus Kristus, sehingga yang kurang akan ditambahkan melalui kuasaNya,” ujar Bapak Pencetus Respek ini.
Meskipun acara penandatanganan prasasti itu terjadi mendadak, tidak terjadwalkan dalam agenda kerja Gubernur Provinsi Papua ini, namun, Gubernur sendiri, terlihat begitu bahagia, walaupun dicegat di tengah jalan oleh penari dari kampong asei kecil yang telah menanti kunjungan itu sekitar 3 jam.
Acara yang berlangsung dengan singkat itu, di awali oleh sambutan pengantar ketua TPKK Kampung Asei Kecil, Pdt. Reinhard Ohee, kemudian pengguntingan pita pasar ikan di kampong Asei Kecil oleh Gubernur, lalu di lanjutkan dengan penandatanganan 7 prasasti hasil kegiatan Respek di tujuh kampong selama 4 tahun itu.
Kampung-kampung tersebut antara lain, kampong Asei Kecil, kampong Asei Besar, Kampung Nendali, Kampung Itakiwa, Kampung Puai, Kampung Nolokla dan Kampung Yokiwa. Dengan dana Respek yang diterima dari tahun 2007-2010 itu, telah digunakan untuk membangun bak air, pipanisasi, MCK, jalan, jembatan, pengadaan sarana prasarana, beasiswa, peningkatan ekonomi keluarga, simpan pinjam perempuan hingga pemberian beasiswa kepada siswa SD hingga Mahasiswa.( alberth yomo )
Hari Lingkungan Hidup 2011 Jangan Hanya Sebagai Penggembira
Bastian Wamafma, Direktur Yayasan Lingkungan Hidup Papua |
Jayapura- Perayaan Hari Lingkungan Hidup (HLH ) tahun ini dibawah tema “Hutan Penyangga Kehidupan”, memiliki arti penting sebagai penyangga keseimbangan antara manusia dan alamnya, fungsi ini dapat dicapai apabila hutan-hutan tersebut terjaga kelestariannya.
“ Memperingati Hari Lingkungan Hidup saya menyampaikan selamat merayakan HLH 5 Juni 2011 kepada Gubernur Provinsi Papua beserta jajaran teknis yang tetap konsisten dalam memajukan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua,” ungkap Direktur Yayasan Lingkungan Hidup Papua, Bastian Wamafma, di ruang kerjanya, kemarin.
Kata Bas, panggilan akrab Bastian, bahwa untuk menjaga agar fungsi ini tetap efektif, berbagai upaya sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua dan akan terus dilakukan dalam rangka menelurkan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan sebut saja PERDASI nomor 6 tahun 2008 PERDASUS 21 tahun 2008 dan kebijakan lainnya yang implementasinya telah dilakukan oleh pemerintah dengan mengajak berbagai stakeholders.
“ Namun, hal ini akan menjadi lebih efektif apabila setiap stakeholders memedomani apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam setiap kebijakan internalnya, karena apalah artinya pemerintah melakuan segala upaya tetapi stakeholders hanya sebagai pengggembira dalam setiap event-event lingkungan hidup setiap tahunnya,” tandasnya.
Seharusnya, kata Bas, stakeholders dan pemerintah melakukan “gerakan hati nurani penyelamatan lingkungan hidup” dimana semua orang harus merasa bahwa dengan kelestarian lingkungan hidup berarti hidupnya juga terjamin.
“ Seperti yang berkembang di wilayah Kota dan Kabupaten Jayapura sehubungan dengan Cagar Alam Cyclop, berbagai kebijakan telah ditelurkan, berbagai event telah dilangsungkan tetapi semuanya bermuara pada pencapaian proyek, hal ini seolah-olah Cyclop akan terselematkan bila ada uang, kalau tarada uang Cyclop tidak bisa terselamatkan,” bebernya.
Dengan kondisi seperti ini, Bas berharap, perlu dilakukan upaya secara kontinyu melalui pendampingan terus menerus dan bukan pendampingan tiba berangkat di area ini dengan even-even yang berujung pada menumbuhkan kesadaran misalnya saja dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan di seluruh area ini pada segala level.
“Sebaiknya hari ini kita semua menyadari bahwa ketika hutan di Cyclop rusak kitong semua nanti susah terutama susah air, mau pemerintah ka masyarakat atau perusahaan pasti semua menderita jadi stop bikin rusak Cyclop, supaya hari ini, esok dan nanti kitong tidak menderita,” pintanya. (alberth yomo)
Respek Bukan Hanya Fisik, Tetapi Yang Penting Adalah Merubah Pola Pikir Masyarakat
Aplena Saureh, pendamping Kabupaten Biak Numfor ( kacamata) |
Biak- Penilaian terhadap keberhasilan program Respek hendaknya tidak dilihat pada perubahan fisik semata, tetapi ada hal yang lebih penting dari program itu adalah merubah mind set ( pola piker ) masyarakat di kampung untuk mendorong diri mereka bangkit dari kungkungan kemalasan dan ketidakberdayaan.
“ Jangan kita lihat fisik yang dikerjakan masyarakat, karena itu bukan tujuan utama. Hal penting yang harus kita pahami adalah bagaimana program ini didorong untuk mampu merubah pola piker masyarakat menjadi lebih maju,” ungkap pendamping Respek Kabupaten Biak Numfor, Aplena Saureh kepada wartawan, di Biak, beberapa waktu lalu.
Aplena menyayangkan adanya sikap pesimis dari sejumlah pihak yang tidak puas dengan kegiatan masyarakat di beberapa kampung di Biak, lantaran tidak optimal memanfaatkan dana Respek untuk skala yang luas.” Kita harus belajar menghargai keputusan masyarakat, apapun yang disepakati, tidak sesuai menurut kita, mungkin bagi mereka itu yang terbaik,” ujarnya.
Dijelaskan, bahwa apapun pembangunan atau program lainnya yang akan dilakukan di kampung, masyarakat tidak akan pernah merasa puas, justru sebaliknya tuntutan masyarakat akan terus meningkat. Sama dengan manusia pada umumnya yang tidak pernah puas dengan apa yang di dapatnya, demikian halnya dengan orang di kampung.
“Jadi, saya kira yang terpenting adalah bagaimana kita berupaya bahu membahu bekerja sama dengan masyarakat, memberikan pembinaan dan pendampingan secara total dan dengan hati yang iklas, agar tujuan yang kita harapkan bersama untuk mewujudkan masyarakat Papua yang maju, bisa terwujud,” harapnya. ( alberth yomo )
Prosedur Simpan Pinjam Perempuan Dari Dana Respek Perlu Diperhatikan
Ketura Done, Pendamping Distrik Yendidori saat berbincang dengan Ketua TPKK |
Biak- Salah satu aspek yang difokuskan dalam program Respek ke kampong-kampung di Papua adalah terkait dengan program simpan pinjam perempuan ( spp ), tetapi sepertinya prosedur spp ini belum dipahami secara baik oleh ibu-ibu di kampong.
Kondisi ini menjadi dilema bagi para pendamping, pada satu sisi mereka ingin prosedur spp ini dijalankan dengan baik, dimana 15 persen dari dana Rp 100 juta dipakai oleh ibu-ibu di kampong dengan cara pinjam, lalu mengembalikan untuk selanjutnya dialihkan lagi kepada ibu-ibu lainnya, tetapi proses ini tidak jalan. Justru dana 15 persen ini dipakai habis tanpa pengembalian, sehingga ibu-ibu yang tidak dapat, menjadi kesal dan memarahi pendamping.
“ Kami sudah menjelaskan prosedur itu dengan sangat baik, dan semua ibu-ibu menyepakatinya, tetapi ketika dana itu diberikan, mereka pakai habis dan tidak ada pengembaliannya,” ungkap Ketura Done, pendamping Distrik Yendidori Kabupaten Biak Numfor.
Karena itu, Ketura berharap kepada semua pihak, mulai dari aparat di tingkat kabupaten, distrik hingga kampung agar bersama-sama memberikan pemahaman kepada ibu-ibu di kampong terkait dana 15 persen untuk spp itu.
Prosedur spp ini, kata Ketura, sebenarnya memberikan pelajaran kepada ibu-ibu bagaimana cara mengatur keuangan, bagaimana berusaha dengan dana kecil, namun bisa berkesinambungan untuk membantu menjaga kondisi ekonomi keluarga tetap stabil dan memberikan manfaat bagi seluruh keluarga.( alberth yomo )
Upah Tidak Dibayar, Warga Kampung Kosata, Kabupaten Sarmi Bongkar Jembatan Respek
Septer Tafai bersama dua motor tempel dari dana Respek 2008 |
Sarmi- Berbeda dengan Kampung Bina, kampong lainnya di Kabupaten Sarmi, yakni Kampung Kapeso Kosata Distrik Pantai Barat, mengalami hal berbeda. Meskipun program Respek sudah masuk di kampong ini dari tahun 2007, tetapi karena tidak diatur secara baik, program ini kemudian berjalan tidak maksimal, karena warga masyarakat dikhianati oleh pengelolah Respek di tingkat Kampung.
Jembatan sekaligus jalan kampong sepanjang 200 meter yang dibangun dari bahan dasar kayu balok, meskipun sudah rampung 100 persen, terpaksa dibongkar warga, lantaran upah yang dijanjikan dari pekerjaan itu tidak dibayarkan kepada warga yang mengerjakannya. Diduga, dana tahap kedua untuk upah pekerja, digelapkan Kepala Kampung untuk kepentingan pribadinya.
“ Dana Respek tahun 2009, kami sepakat untuk membangun jembatan sekaligus jalan kampong ini, karena kampong kami sering tergenang air sungai yang meluap cukup tinggi. Dana tahap pertama sudah cair untuk pengadaan bahan-bahan, dan pekerjaannya sudah dikerjakan selesai ( 100 persen ). Sesuai kesepakatan, dana tahap kedua akan dicairkan untuk membayar upah pekerja setalah pekerjaan selesai. Tetapi, kepala kampong pakai uang itu untuk keperluan pribadinya,” jelas Sekertaris Bamuskam Kampung Kapeso kosata, Septer Tafai.
Mengetahui hal itu, kata Septer, warga dan seluruh pemuda kampong menjadi marah, lalu membongkar kembali jembatan sepanjang 200 meter yang telah dibangun itu. Papan-papan dan balok yang sudah dipaku dan ditanam, dicabut kembali. Wargapun meminta pertanggung jawaban kepala kampong.
Septer juga menyayangkan keberadaan pendamping, yang hanya beberapa jam di kampong, lalu kembali ke Sarmi. Seharusnya pendamping mengawal dana tahap II itu hingga diserahkan kepada masyarakat di kampong. “rata-rata masyarakat di sini tidak tau baca dan tulis, seharusnya pendamping mendampingi untuk mengawal proses itu,” tegas Septer.
Kampung yang terletak dipinggir sungai Apawer ini, pada tahun 2008, dapat Rp 100 juta dana Respek, digunakan untuk membeli motor 40 PK 3 buah, mesin babat 3 buah, dan ketinting 5 buah. Tahun 2009 digunakan untuk membangun jalan dan jembatan kampong dan 2010 yang direncanakan adalah merehab seluruh rumah warga.
Septer Tafai berharap pengelolah respek di tingkat Kabupaten dan Provinsi melihat persoalan ini, karena hal ini sangat merugikan masyarakat. Ia juga berharap pendamping dan kepala kampong ditegur dan diberikan sanksi tegas, agar hal ini tidak terulang kembali.
Kampung ini juga pada tahun 2008 dapat bantuan dari pemda sarmi, berupa satu unit bangunan mck dan 2 buah sumur. Ketika itu, Pemda hanya memberikan bahan dan alat-alat kerja, kemudian masyarakat sendiri yang mengerjakannya. Pekerjaan itu diselesaikan dalam waktu satu bulan, mereka yang terlibat diberikan upah Rp 600 ribu per orang.( alberth yomo )
Kampung Bina, Kabupaten Sarmi, Hampir 5 Tahun Tidak Tersentuh Program Respek
Martinus Nunukuau bersama hewan piaraannya |
Sarmi- Meski program Respek sudah bergulir dari tahun 2007, namun ternyata hingga saat ini masih ditemukan ada Kampung yang belum menikmati program spektakuler dari Bas Suebu dan Alex Hesegem itu. Setelah sebelumnya diberitakan ada 10 kampung di Kabupaten Biak Numfor, kali ini ditemukan di Kabupaten Sarmi, Distrik Apawer Hulu, yakni Kampung Bina.
Kampung yang dihuni kurang lebih 60 jiwa itu, hingga tahun 2011 ini tak tersentuh oleh program Respek. Mereka hidup apa adanya, dengan menggantungkan nasib mereka pada segala sesuatu yang disediakan oleh alam tempat mereka bernaung. Tidak ada bangunan permanen, baik Gereja maupun rumah warga, semuanya dari kayu dan gaba, semuanya dibuat dengan cara dan pengetahuan tradisional.
“ Ya, dari tahun 2007 sejak kami terlepas dari Kampung induk, Airoran, kami tidak pernah dapat program Respek,” ungkap Martinus Nunukuau, Kaur Pembangunan, Kampung Bina, Distrik Apawer Hulu, Kabupaten Sarmi. Meski iri dengan kampong induknya Airoran yang mendapat dana Respek setiap tahunnya, tapi dirinya berupaya untuk realistis melihat kondisi itu.
Karena keadaan itu, kata Martinus, Kepala Kampung dan sejumlah warga sudah berupaya ke Kabupaten Sarmi untuk meminta kejelasan soal program Respek, namun mereka tidak mendapat tanggapan. “ Kepala Kampung pulang ke sini, tidak bawa hasil, ya kami tinggal saja seperti ini,” jelasnya.
Karena tidak mendapat perhatian dari Pemerintah, banyak warga di kampungnya, kata Martinus, yang pergi ke Sarmi dan menetap berbulan-bulan di Sarmi, termasuk Kepala Kampung dan Sekertaris Kampung.” Sekertaris Kampung sudah 4 tahun tinggal di Sarmi, tidak pernah pulang ke Kampung lagi,” ungkapnya.
Dalam keadaan yang demikian, kata Kaur Pembangunan ini, hanya seorang guru Jemaat, Timotius Merne, yang menjadi harapan masyarakat, sebagai pemimpin yang bisa diandalkan untuk mengarahkan dan membimbing mereka, bekerja untuk menjaga eksistensi kampungnya.
Kata Martinus, bantuan Pemerintah yang pernah mereka dapat yaitu melalui dana pemberdayaan Kampung, adalah sebesar Rp 105 Juta,yakni pada tahun 2008, dana itu digunakan untuk membeli Genset, Motor 15 PK, Televisi 24 inci, Antene Parabola, Chain Saw dan mesin babat rumput.” Hanya itu saja yang kami dapatkan, setelah itu, tidak ada lagi sampai sekarang,” tandasnya.( alberth yomo )
Kampung yang dihuni kurang lebih 60 jiwa itu, hingga tahun 2011 ini tak tersentuh oleh program Respek. Mereka hidup apa adanya, dengan menggantungkan nasib mereka pada segala sesuatu yang disediakan oleh alam tempat mereka bernaung. Tidak ada bangunan permanen, baik Gereja maupun rumah warga, semuanya dari kayu dan gaba, semuanya dibuat dengan cara dan pengetahuan tradisional.
“ Ya, dari tahun 2007 sejak kami terlepas dari Kampung induk, Airoran, kami tidak pernah dapat program Respek,” ungkap Martinus Nunukuau, Kaur Pembangunan, Kampung Bina, Distrik Apawer Hulu, Kabupaten Sarmi. Meski iri dengan kampong induknya Airoran yang mendapat dana Respek setiap tahunnya, tapi dirinya berupaya untuk realistis melihat kondisi itu.
Karena keadaan itu, kata Martinus, Kepala Kampung dan sejumlah warga sudah berupaya ke Kabupaten Sarmi untuk meminta kejelasan soal program Respek, namun mereka tidak mendapat tanggapan. “ Kepala Kampung pulang ke sini, tidak bawa hasil, ya kami tinggal saja seperti ini,” jelasnya.
Karena tidak mendapat perhatian dari Pemerintah, banyak warga di kampungnya, kata Martinus, yang pergi ke Sarmi dan menetap berbulan-bulan di Sarmi, termasuk Kepala Kampung dan Sekertaris Kampung.” Sekertaris Kampung sudah 4 tahun tinggal di Sarmi, tidak pernah pulang ke Kampung lagi,” ungkapnya.
Dalam keadaan yang demikian, kata Kaur Pembangunan ini, hanya seorang guru Jemaat, Timotius Merne, yang menjadi harapan masyarakat, sebagai pemimpin yang bisa diandalkan untuk mengarahkan dan membimbing mereka, bekerja untuk menjaga eksistensi kampungnya.
Kata Martinus, bantuan Pemerintah yang pernah mereka dapat yaitu melalui dana pemberdayaan Kampung, adalah sebesar Rp 105 Juta,yakni pada tahun 2008, dana itu digunakan untuk membeli Genset, Motor 15 PK, Televisi 24 inci, Antene Parabola, Chain Saw dan mesin babat rumput.” Hanya itu saja yang kami dapatkan, setelah itu, tidak ada lagi sampai sekarang,” tandasnya.( alberth yomo )
Subscribe to:
Posts (Atom)