Distrik Demta
Kabupaten Jayapura, berada kurang lebih 100 km arah timur dari Ibukota
Kabupaten Jayapura atau berada di pantai utara pulau Papua, dan terletak pada
bibir pantai pertengahan antara Sarmi dan Jayapura. Untuk sampai di kampong
ini, dapat menggunakan transportasi laut dan darat. Namun, dibandingkan
transportasi laut yang beresiko dengan terpaan gelombang laut, masyarakat lebih
memilih menggunakan jalur darat, tetapi persoalan lain menghadang, yakni
kondisi jalannya semakin rusak parah…
Laporan : Alberth
Yomo
Pada tahun 1994
ketika masih duduk dibangku SD, saya pernah mengikuti ayah bersama sejumlah
mahasiswa menggunakan Bus milik Dinas Perhubungan dari Kota Jayapura menuju
Demta. Selama menempuh kurang lebih dua jam perjalananan dari Jayapura - Berap
dengan kondisi jalan yang mulus dan beraspal aku sempat tertidur. Namun tidurku
dan juga semua penumpang dalam bus akhirnya terganggu, setelah Bus mulai
melepas kampong Berap dan menuju Kampung Demta yang masih menyisahkan 21
kilometer lagi.
Karena kondisi
jalannya yang bergelombang, berlubang, licin dan berlumpur, dalam perjalanan
itu, kami terpontang-panting ke kiri dan ke kanan, bahkan sejumlah mahasiswa
ada yang kepalanya terbentur pada sisi tempat duduk, ada yang mual dan muntah
dan saat itu semua berpegang erat pada kursi dan tempat pegangan dalam bus. Sesekali
Bus terhenti, karena tertahan dalam lumpur.Setelah kurang lebih 3 jam bertahan
melewati jalan yang rusak itu, kami akhirnya tiba di kampong Demta dengan
selamat.
Sungguh Ironis
kenyataan yang ada di depan mataku, selama 17 tahun meninggalkan jalan rusak
itu, bukannya jalan mulus beraspal yang aku harapkan, justru keadaannya tetap
sama, bahkan tidak jauh beda dengan keadaan pada 17 tahun lalu. Hatiku bertanya,
kenapa jalan ini tidak mampu diselesaikan oleh Pemerintah? Otsus Papua sudah
berjalan hamper 11 tahun, kenapa jalan ini tidak diperhatikan? Pemerintah
payah…..
Bagi sebagian besar penduduk di pantai
utara, Demta sering dijuluki sebagai
Kota Tua, karena sejak zaman Belanda dari tahun 1906 yang ketika itu kepala
pemerintahan setempat disebut dengan istilah Bestuur ( Camat/ Distrik ) menjadi
pusat aktifitas manusia teramai ketika itu. Mobilisasi penduduk dan bahan
pangan dilakukan melalui transportasi laut.
Kemudian dalam
perkembangannya, pada awal tahun 80-an, daerah ini menjadi basis
perusahaan-perusahaan besar yang mengeksploitasi sumber daya alam Papua.
“Perusahaan pertama yang masuk ke wilayah ini pada tahun 1984 adalah PT You Lim
Sari, adalah sebuah perusahan besar dan terkenal ketika itu yang
mengeksploitasi kayu log, kemudian Perusahaan Rifi pada tahun 1989, lalu Barito
Putra pada tahun 2000, Gisand Abadi, PT Andato dan terakhir PT Sinar Mas yang
masuk tahun 2000,” ungkap Sekretaris Distrik Demta, Alex Reniban,S.Sos, di
ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Namun, hingga saat
ini hanya PT Sinar Mas yang masih aktif beroperasi, sedangkan perusahaan
lainnya sebagaimana disebutkan di atas telah hijrah ke tempat lain. Perusahaan
Sinar Mas ini bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, yang menjadikan Demta
sebagai pelabuhan penyuplai minyak mentah kelapa sawit ke luar Papua.
Pada sisi lain,
kehadiran perusahaan ada memberikan dampak positif, karena mampu membuka akses
jalan darat Demta – Jayapura yang sebelumnya hanya dilalui lewat transportasi
laut. Namun sayangnya, jalan yang sudah dibuka dari tahun 80-an ini tidak
digubris Pemerintah hingga saat ini. “Masyarakat Demta sudah mengajukan ratusan
kali permohonan kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten, termasuk melalui
Musrembang, tetapi tetap tidak mendapat respon untuk memperhatikan pembangunan
jalan itu,” ujar Alex.
Kemudian dari sisi
lainnya, meskipun disebut sebagai kota tua dan pernah menjadi basis operasi
sejumlah perusahaan besar, tapi toh kota tua itu tetap seperti kota tua, tak
ada sesuatu yang bisa dijadikan “ukuran”, bahkan segala yang terlihat di kota
tua ini biasa-biasa saja, tak ada yang bisa dibanggakan. Ironisnya lagi,
masyarakat kampong yang hidup di sana, juga biasa-biasa saja.
“ Jadi mewakil
masyarakat Demta dan masyarakat dari 6 kampung lainnya, kami memohon kepada
Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Jayapura, agar melihat keluhan
masyarakat ini, segera membangun jalan Berap- Demta dengan aspal, supaya akses
masyarakat menjadi lancer untuk menjual hasil pertanian, kebuh dan hasil
nelayan di laut,” jelas Alex. ***
No comments:
Post a Comment