Pada acara diskusi bertemakan” Sepak Bola Papua menuju Kemandirian” yang dilaksanakan oleh wartawan olahraga Papua di Jayapura, dengan menghadirkan pembicara para kandidat calon walikota Jayapura periode 2010-2015 di auditorium RRI Jayapura,Minggu (4/10 ), hadir pula para pemerhati dan pengamat sepak bola Papua, diantaranya Pdt.Rainer Scheuneman, Benny Jansenem, Niko Dimo dan Fernando Fairio. Dari ke-empat pengamat bola Papua ini, Pdt, Rainer Scheuneman tampak memberikan pencerahan yang spectakuler tentang fakta penting factor-faktor penghambat kemajuan sepak bola Papua, berikut laporannya :
Laporan : Alberth Yomo
“Kita bisa bersyukur dan bangga dengan apa yang telah dilakukan oleh pemain-pemain Persipura masa lalu, tetapi sejujurnya masih banyak hal yang harus dibenahi, agar kita bisa mencetak pemain-pemain Papua menjadi pemain kelas dunia,” ujar Pdt. Rainer.
Diuraikan,bahwa untuk saat ini, di Papua kita bisa memberikan nilai 10 kepada para pemain Persipura, tetapi untuk tingkat Asia, nilai raport mereka( pemain persipura ) adalah 7. Mengapa?Karena melawan Pelita Jaya mereka bisa menang 5-0, tetapi ketika main di luar negeri atau ditingkat Asia melawan Cina, mereka kalah 9-0 dan 8-0. Apa yang salah?tidak ada pembinaan sejak usia dini.
“Pembinaan yunior harga mati. Anggaran Persipura harus lebih banyak ke Yunior, Kita (pengurus sepak bola di Papua ) telah melakukan kesalahan dan telah gagal dalam 10 tahun terakhir melakukan pembinaan Yunior secara terus menerus, sehingga kondisi itu yang kita lihat saat ini, pemain kita belum bisa berbuat lebih di tingkat Asia,” tandasnya.
Diungkapkan, dari 450 pemain ISL yang saat ini beredar, hanya 35 pemain Papua. Kita mengatakan Papua gudang pemain, tetapi apa kenyataannya?, kita hanya bisa menyumbangkan 7,7 persen pemain Papua. Karena itu kita harus menanamkan target saat ini, minimal kita harus mencapai 30 persen atau setidaknya 25 persen penyumbang pemain dari Papua 5 atau 10 tahun ke depan.
Selain Pembinaan usia dini yang ditekankan oleh Pdt Rainer, hal lainnya yang menjadi keprihatinan pria Jerman yang sudah 15 tahun mengabdi di tanah Papua ini adalah soal Kepelatihan dan Perwasitan di Papua. “Kesalahan lain yang kita lakukan adalah tidak ada penjenjangan dari system kepelatihan kita. Saya sebagai pendeta, tetapi mempunyai lisensi kepelatihan yang lebih tinggi dari seluruh pelatih yang ada di Papua, ini aneh sekali,” ungkap Rainer yang sudah mengantongi sertifikat kepelatihan Lisensi B dari UEFA ini.
Sebagai bentuk keprihatinan itu Rainer mengharapkan ada perhatian serius untuk eks pemain Persipura agar diberdayakan terus menerus menjadi pelatih yang professional, supaya bisa mengisi kepelatihan yunior di Papua.” Kita bangun gedung 20 tingkat, tetapi kalau fondasinya lemah tidak bisa,” imbuhnya.
Dirinya kemudian mencontohkan sepak bola Timor leste yang merdeka tahun 2002, pertandingan pertama, mereka kalah 28-0 dari Australia, tetapi masyarakat timor leste mereka sambut luar biasa, mereka pawai dan bangga kepada pemain-pemainnya, karena mereka yakin, suatu hari nanti, Timor leste akan berada di depan.
“Buktinya, tahun 2010 mereka kalahkan Indonesia 2-0. Ini suatu hal yang memprihatinkan untuk kita di Indonesia. Itu yang saya katakan tadi, untuk mencapai itu, perlu pembinaan yunior yang serius, kepelatihan yang serius dan perwasitan yang serius. Tidak ada wasit Papua saat ini di ISL. Ini memprihatinkan. Saya harapkan ke depan, harus diperhatikan secara menyeluruh,” harapnya.***
No comments:
Post a Comment