Monday, April 26, 2010
Friday, April 23, 2010
Puluhan Anak Di Roufaer Diduga Terserang Wabah ISPA
“ 12 Anak Meninggal Dunia, Lainnya dalam kondisi Kritis”
Jayapura- Puluhan anak di Distrik Roufaer diduga terserang wabah penyakit, dalam satu bulan terakhir ini, tercatat ada 12 orang anak telah meninggal dunia, dan beberapa anak dalam kondisi kritis berada di kampung, sedangkan lainnya telah dievakuasi ke Jayapura oleh pesawat cesna milik Tariku Aviation. Demikian diungkapkan tim peneliti dari Yayasan Lingkungan Hidup Papua, kepada pacific post, di Kotaraja, Kamis( 23/4 ) kemarin
Tim Yali Papua yang baru saja tiba di bandara sentani setelah melakukan penelitian study plaminieri di Kampung Kustra Distrik Mamberamo Tengah Timur menjelaskan, bahwa kondisi tersebut mereka temukan di Kampung Kustra dan Noyadi, di tambah dengan informasi langsung sejumlah masyarakat yang berasal dari Kampung-Kampung sekitar.
“ Kepala Desa Eri menggungkapkan ada 12 anak yang sudah meninggal dunia, mereka bingung untuk mengatasi anak-anak lainnya, karena tidak ada dokter. Bahkan pada pertemuan langsung dengan Bupati di Kampung Noyadi, Senin( 19/4 ) lalu, persoalan itu sudah disampaikan, tapi belum juga ada dokter yang ke sana,” tandas Nafli Lessil, salah satu staf peneliti Yali Papua.
Dijelaskan, timnya melihat sendiri bagaimana orang tua di Kampung Noyadi menggendong anak mereka sambil membujuk untuk melawan penyakit yang mirip sesak asma atau sesak napas itu.” Mereka seperti terserang ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Akut ),” ungkap Nafli.
Tidak saja tim Yali Papua, pilot pesawat cesna Tariku Aviation, Mr El Grengerich, juga mengakui hal serupa. Pilot yang biasa melayani rute penerbangan misi ke kampung-kampung sekitar Distrik Roufaer dan Mamberamo Tengah Timur, bahkan meminta tolong kepada tim Yali Papua, kalau sekiranya memiliki mitra dengan dokter atau rumah sakit, kiranya bisa segera membantu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat di sana,
“ Kalau ada dokter yang bersedia, saya siap mengantarkan,” kata Pilot El yang ditirukan Nafli.Pilot El mengkuatirkan jika kasus ini tidak segera ditangani oleh tim medis, kemungkinan akan banyak anak-anak yang jatuh korban.
Hingga berita ini diturunkan, Direktur Eksekutif Yali Papua, Bastian Wamafma SE, beserta tim Yali Papua sedang berupaya mencari dokter yang siap dan bersedia untuk dimintai pertolongannya. “ Kalau ada dokter, kami akan koordinasikan dengan pihak Tariku Aviation, sehingga pertolongan bisa segera diberikan kepada masyarakat di sana,” jelas Bastian Wamafma.(yomo)
Jayapura- Puluhan anak di Distrik Roufaer diduga terserang wabah penyakit, dalam satu bulan terakhir ini, tercatat ada 12 orang anak telah meninggal dunia, dan beberapa anak dalam kondisi kritis berada di kampung, sedangkan lainnya telah dievakuasi ke Jayapura oleh pesawat cesna milik Tariku Aviation. Demikian diungkapkan tim peneliti dari Yayasan Lingkungan Hidup Papua, kepada pacific post, di Kotaraja, Kamis( 23/4 ) kemarin
Tim Yali Papua yang baru saja tiba di bandara sentani setelah melakukan penelitian study plaminieri di Kampung Kustra Distrik Mamberamo Tengah Timur menjelaskan, bahwa kondisi tersebut mereka temukan di Kampung Kustra dan Noyadi, di tambah dengan informasi langsung sejumlah masyarakat yang berasal dari Kampung-Kampung sekitar.
“ Kepala Desa Eri menggungkapkan ada 12 anak yang sudah meninggal dunia, mereka bingung untuk mengatasi anak-anak lainnya, karena tidak ada dokter. Bahkan pada pertemuan langsung dengan Bupati di Kampung Noyadi, Senin( 19/4 ) lalu, persoalan itu sudah disampaikan, tapi belum juga ada dokter yang ke sana,” tandas Nafli Lessil, salah satu staf peneliti Yali Papua.
Dijelaskan, timnya melihat sendiri bagaimana orang tua di Kampung Noyadi menggendong anak mereka sambil membujuk untuk melawan penyakit yang mirip sesak asma atau sesak napas itu.” Mereka seperti terserang ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Akut ),” ungkap Nafli.
Tidak saja tim Yali Papua, pilot pesawat cesna Tariku Aviation, Mr El Grengerich, juga mengakui hal serupa. Pilot yang biasa melayani rute penerbangan misi ke kampung-kampung sekitar Distrik Roufaer dan Mamberamo Tengah Timur, bahkan meminta tolong kepada tim Yali Papua, kalau sekiranya memiliki mitra dengan dokter atau rumah sakit, kiranya bisa segera membantu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat di sana,
“ Kalau ada dokter yang bersedia, saya siap mengantarkan,” kata Pilot El yang ditirukan Nafli.Pilot El mengkuatirkan jika kasus ini tidak segera ditangani oleh tim medis, kemungkinan akan banyak anak-anak yang jatuh korban.
Hingga berita ini diturunkan, Direktur Eksekutif Yali Papua, Bastian Wamafma SE, beserta tim Yali Papua sedang berupaya mencari dokter yang siap dan bersedia untuk dimintai pertolongannya. “ Kalau ada dokter, kami akan koordinasikan dengan pihak Tariku Aviation, sehingga pertolongan bisa segera diberikan kepada masyarakat di sana,” jelas Bastian Wamafma.(yomo)
Thursday, April 22, 2010
Sungai Taritatu Meluap, Puluhan Rumah Di Mamberamo Hulu Tenggelam
Dabra- Puluhan warga di kampung Dabra 1 dan Dabra 2 Distrik Mamberamo Hulu, Kabupaten Mamberamo Raya terpaksa mengosongkan rumah dan mengungsi ke tempat lain, akibat meluapnya air dari sungai Taritatu ( Mamberamo ), dan menenggelamkan puluhan rumah yang berada di sepanjang bantaran sungai.
Dari pantauan pacific post, Rabu(21/4 ) lalu, luapan air sungai Taritatu ini telah menenggelamkan puluhan rumah di kompleks Papasena, kompleks perkampungan Baso dan sejumlah rumah milik warga Dabra 1 dan Dabra 2, bahkan batas air sudah hampir melewati sejumlah atap rumah. Balai Desa yang baru saja di bangun, juga terancam tenggelam, kini air telah mencapai seperempat bagian dari bangunan itu.
Meski demikian, tidak ada korban jiwa dari keadaan yang ditimbulkan oleh peristiwa alam ini. Namun, kondisi ini, selain telah mengancam pemukiman penduduk, juga telah memutuskan hubungan jalan darat dari Dabra 1 ke Dabra 2, dan sebaliknya. Sehingga aktifitas pelajar SD dan SMP di daerah ini juga sedikit terhambat, Apalagi, letak sekolahnya di Dabra 1, sementara banyak pelajar dan guru bermukim di Dabra 2.
Menurut beberapa warga setempat yang diwawancarai, menuturkan, bahwa banjir tahunan memang selalu terjadi setiap tahun, namun tidak seburuk yang dihadapi saat ini.” Setiap awal-awal tahun, biasa air naik, tapi tidak separah ini, banjir kali ini sama seperti 7 tahun lalu,” jelas Otis Foisa.
Kondisi ini telah melumpuhkan aktifitas masyarakat sehari-hari, baik untuk berburu ikan dan buaya, juga melumpuhkan aktifitas social lainnya. Orang lebih memilih tinggal di rumah, dan mengharapkan air sungai cepat surut, sehingga mereka bisa beraktifitas. Sementara ini, hanya warga yang memiliki perahu yang dapat melakukan aktifitas transportasi dari dabra 1 ke dabra 2 dan sebaliknya.
Diperkirakan air akan surut pada awal bulan Mei, sebagaimana yang terjadi pada 7 tahun lalu. “ Mungkin air akan turun pada awal bulan ini, seperti yang terjadi pada 7 tahun lalu, air naik sampai disini ,” jelas Otis , sambil menunjukkan batas terakhir ketinggian air di rumahnya yang berjarak 100 meter dari bantaran sungai Taritatu. (yomo)
Dari pantauan pacific post, Rabu(21/4 ) lalu, luapan air sungai Taritatu ini telah menenggelamkan puluhan rumah di kompleks Papasena, kompleks perkampungan Baso dan sejumlah rumah milik warga Dabra 1 dan Dabra 2, bahkan batas air sudah hampir melewati sejumlah atap rumah. Balai Desa yang baru saja di bangun, juga terancam tenggelam, kini air telah mencapai seperempat bagian dari bangunan itu.
Meski demikian, tidak ada korban jiwa dari keadaan yang ditimbulkan oleh peristiwa alam ini. Namun, kondisi ini, selain telah mengancam pemukiman penduduk, juga telah memutuskan hubungan jalan darat dari Dabra 1 ke Dabra 2, dan sebaliknya. Sehingga aktifitas pelajar SD dan SMP di daerah ini juga sedikit terhambat, Apalagi, letak sekolahnya di Dabra 1, sementara banyak pelajar dan guru bermukim di Dabra 2.
Menurut beberapa warga setempat yang diwawancarai, menuturkan, bahwa banjir tahunan memang selalu terjadi setiap tahun, namun tidak seburuk yang dihadapi saat ini.” Setiap awal-awal tahun, biasa air naik, tapi tidak separah ini, banjir kali ini sama seperti 7 tahun lalu,” jelas Otis Foisa.
Kondisi ini telah melumpuhkan aktifitas masyarakat sehari-hari, baik untuk berburu ikan dan buaya, juga melumpuhkan aktifitas social lainnya. Orang lebih memilih tinggal di rumah, dan mengharapkan air sungai cepat surut, sehingga mereka bisa beraktifitas. Sementara ini, hanya warga yang memiliki perahu yang dapat melakukan aktifitas transportasi dari dabra 1 ke dabra 2 dan sebaliknya.
Diperkirakan air akan surut pada awal bulan Mei, sebagaimana yang terjadi pada 7 tahun lalu. “ Mungkin air akan turun pada awal bulan ini, seperti yang terjadi pada 7 tahun lalu, air naik sampai disini ,” jelas Otis , sambil menunjukkan batas terakhir ketinggian air di rumahnya yang berjarak 100 meter dari bantaran sungai Taritatu. (yomo)
Subscribe to:
Posts (Atom)