Thursday, May 20, 2010

Rakyat Papua, Mari Kita Berdoa Untuk Persipura


“Saya berkeyakinan, bahwa dengan kekuatan doa, Mujizat Itu Pasti Nyata”

Liga Super Indonesia atau Indonesia Super Liga ( ISL ) Tahun 2009/2010 beberapa saat lagi akan berakhir,tepatnya tanggal 30 Mei 2010 mendatang merupakan pertandingan terakhir dari seluruh rangkaian pertandingan kompetisi sepak bola terakbar di Nusantara ini. Ada 18 tim sepakbola terbaik di Indonesia yang berkompetisi dalam Iven ini, ada 396 pemain Indonesia terbaik dan ada 180 official tim yang mencurahkan tenaga dan pikirannya ,bahkan entah berapa ratus milyar rupiah dana yang dikucurkan tiap-tiap tim untuk membiayai 34 pertandingan mereka dalam kompetisi ini.
Namun terlepas dari semua hal yang disebutkan di atas, kami orang Papua merasa bangga, karena memiliki dua tim yang masuk dalam jajaran tim-tim terbaik itu. Persipura Jayapura dan Persiwa Wamena, itulah kebanggaan kami. Karena kebanggaan itulah, nilai uang tak berarti bagi kami untuk membeli karcis masuk stadion, membeli tiket pesawat, tiket kapal laut, menyewa hotel, menyewa kendaraan, bahkan membeli souvenir maupun makanan ngemil sekalipun. Karena kebanggaan itu juga, kami tak peduli dengan kesesakan, kemacetan, kepanasan, bau keringat, kulit hitam yang terbakar matahari bahkan nyawa sekalipun.
Hitam kulit,keriting rambut, kami Papua….itulah sepenggal syair yang dilantunkan Edo Kondologit yang membakar semangat dan kebanggaan kami terhadap Boas Solossa,Ian Luis Kabes, Gerald Pangkali, Ortisan Solossa, David Lali, Kamasan Jack Komboy,Paulo Rumere, Edison Ames, Kristian Uron,Tinus Pae, Imanuel Wanggai, Stevi Bonsapia, Victor Igbonefo, Bio Paulin Piere, Jendry Pitoy, Ricardo Salampesy, Erol Iba, Ferdiansyah, Eduar Ivakdalam, Timotius Mote, Piter Rumaropen, Yesaya Desnam,Vendry Mofu, dan pemain Persipura serta Persiwa lainnya.
Kini kebanggaan kami ditantang dengan kondisi nyata yang terjadi pada detik-detik terakhir perjalananan kompetisi sepak bola ISL 2009/2010, yang mana perjalanan salah satu tim kebanggaan kami, Persipura Jayapura, menuju puncak tertinggi ISL, dihadang oleh tebing terjal nan curam. “Tidak Mungkin” bagi Persipura, itulah dua kata yang ada dalam benak semua warga Negara Indonesia pencinta sepak bola yang menyaksikan dan mengikuti jalannya kompetisi musim ini,.
Arema Indonesia, kini telah mengoleksi 69 poin dari 32 pertandingan, dengan 22 kemenangan, 3 seri dan 7 kalah, memasukkan 51 gol dan kemasukan 20 gol, selisih gol + 31, masih menyisahkan 2 kali pertandingan. Tim kebanggaan kami, Persipura Jayapura, telah mengoleksi 66 poin dari 33 pertandingan, dengan 18 kemenangan, 12 seri dan 3 kalah. Memasukkan 61 gol dan kemasukkan 32 gol, selisih gol +29, namun masih menyisahkan 1 kali pertandingan.
Artinya, Arema Indonesia dipastikan akan juara hanya dengan meraih hasil seri saat bertandang ke kandang PSPS atau Persija ( 26 dan 30 Mei 2010 mendatang ). Arema akan mengunci gelar ISL 2009/2009, jika pada tanggal 26 mampu menahan imbang tuan rumah PSPS. Jika itu terjadi, maka pertandingan Persipura Jayapura versus Persiwa Wamena, tidak akan bermakna. Namun sebaliknya, Persipura Jayapura bisa Juara, jika Arema Indonesia kalah berturut-turut dari PSPS dan Persija, sementara Persipura Jayapura meraih kemenangan dari Persiwa Wamena.
Memang ini hal yang “Tidak Mungkin”, tapi benar kah demikian?”Tidak”, saya mempunyai keyakinan yang sungguh kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Allah kami, yang memberikan harapan melalui Firmannya,” Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah, dan apa yang mustahil bagi manusia, tidak mustahil bagi Allah. Karena keyakinan itulah, maka saya mengajak kepada kita semua yang mencintai dan membanggakan Persipura, Mari Kita Berdoa Untuk Persipura, karena saya berkeyakinan, bahwa hanya dengan kekuatan Doa, mujizat itu pasti nyata. Amin! ( Alberth Yomo,S.Hut – Fans Persipura Jayapura )

Sunday, May 9, 2010

Sepenggal Kisah Perjalanan Dari Kampung Taria


Setelah hampir seminggu tertahan di Dabra ( 25 Maret – 1 April ), tanggal 29 Maret pukul 10.15 Wit, kami bertolak dari Dabra 1 menuju Taria, lewat Baso 1, menggunakan perahu cole-cole yang panjangnya sekitar 17 meter dan lebar kurang lebih 40-50 cm itu yang digandeng dengan mesin 10 PK ( Ketinting ). Dalam perahu itu, ada 5 orang, Jhon Dude selaku motoris, Audy, Aser, Gotlif, dan aku sendiri serta ditambah dengan barang-barang bawaan kami.
Perahu itu awalnya melaju menyusuri tepi pinggir sungai Taritatu, beberapa menit kemudian, pemukiman Kampung Dabra 1 mulai lenyap dari pandangan kami, aku mulai merasakan derasnya arus sungai Taritatu, terasa perjalanan kami begitu lambat, meskipun telinga ini menjadi tuli oleh kerasnya bunyi mesin ketinting yang dipompa kencang melawan arus, tapi aku merasa seakan-akan tidak ada pergerakan ke depan, kami sepertinya sedang berlabuh dan sedang dihanyutkan oleh arus.
Beberapa jam kemudian, kami mulai merasakan pedisnya sengatan matahari yang terasa membakar kulit, masing-masing kami mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk melindungi tubuh dari sengatan terik matahari. Audy mengambil tikar, menutup kepalanya, Gotlif membuka baju luarnya dan menyisahkan baju dalam, Aser memilih berbaring dan hanya melindungi matanya dengan siku tangan, Jhon Dude juga melepas bajunya tinggal telanjang dada, kemudian menggantungkan bajunya dipundak kiri, sementara tangan kanannya tetap memegang dayung yang membantu mengemudi dan mengarahkan haluan perahu. Beberapa kali Gotlif menimba air sungai Taritatu, kemudian membasahi kepala dan tubuhnya untuk melawan sengatan matahari.
Beberapa jam kemudian, bensin dalam tangki ketinting habis, kami berhenti sejenak, kemudian mengisi full tangki ketinting dan kembali melanjutkan perjalanan. Tepat jam 16.00 Wit, kami tiba di muara kali Dabre,kemudian menyusuri kali Dabre menuju Baso 1, tepat jam 18.30 Wit, kami tiba di Kampung Baso 1, yang disambut hangat beberapa warga yang nampak sudah saling kenal, setelah beberapa saat bercanda ria dan menghangatkan tubuh dengan segelas kopi bersama warga, kamipun kemudian bermalam di rumah milik Kepala Kampung Baso yang ditinggal kosong.
Paginya, tanggal 30 Maret, bersama Jhon Dude, kami mengantarkan Aser dan Audy menuju Baso II, keluar dari pelabuhan Baso 1, jam 10 pagi, tiba di Baso II jam 14.00, setelah itu, aku dan Jhon Dude, kembali lagi ke Baso 1, kami tiba di Kampung Baso 1, jam 17.30 Wit. Karena tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan ke Taria, akhirnya kami putuskan untuk bermalam lagi di Baso 1.
Selanjutnya, pada tanggal 31 Maret, pukul 08.00 Wit, Aku,Gotlif dan Jhon Dude kembali meneruskan perjalanan menuju Taria yang jaraknya kurang lebih 50 Km ke arah selatan dari Kampung Baso 1. Hanya butuh waktu 1 jam untuk keluar dari pelabuhan Baso 1 menyusuri kali Dabre dan keluar ke muara, selanjutnya menyusuri sungai Taritatu. Sekitar pukul 11.30 Wit, kami tiba di muara kali Taria, kemudian masuk menyusuri kali taria.
Awalnya kami menyusuri kali taria dengan mulus, namun ketika semakin jauh dari muara, kurang lebih 1 jam dari muara, kami menemui kendala, di hadapan kami terlihat timbunan kayu yang menutup jalur sungai, mesin ketinting dimatikan, beberapa saat kami terpaku melihat tumpukan sampah kayu yang ada dihadapan kami, sangat tidak mungkin untuk kami membersihkan timbunan itu dan melaluinya. Kami mencari jalan alternative, kami menemukan ada bekas ranting yang baru dipotong, kami mengikuti bekas tersebut dengan dayung dan membantu menarik beban perahu dengan bantuan ranting pohon yang dapat dijangkau. Setelah keluar dari tempat tumpukan kayu tersebut, ketinting kembali dihidupkan, dan perjalanan kembali dilanjutkan. Kami kembali ketimpa sial, baru beberapa saat keluar dari tumpukan kayu yang menutup jalur sungai, kami diperhadapkan lagi dengan pemandangan yang sama. Namun kali ini tidak ada jalan alternative, kami terpaksa bekerja keras dengan memindahkan batang kayu yang menghambat jalan perahu dan membantu mendorong dengan menarik batang tebu air. Setelah bekerja keras selama 30 menit,akhirnya kami keluar dari masalah itu, dan kembali menghidupkan ketinting, meski sempat terkandas pada batang pohon yang tersembunyi di dalam air, namun hal itu segera kami atasi dan terus melanjutkan perjalanan.
Ketika waktu mulai menunjukkan jam 14.00 Wit, kami melihat beberapa warga masyarakat yang sedang menokok sagu, lalu kami berhenti sejenak di salah satu bevak, nampak seorang Bapak, yang diketahui bernama Sokrates Barusa warga Kampung Taria, sedang meng- asar ikan bersama Istri dan 3 orang anaknya. Setelah menyapa mereka dan menanyakan posisi pelabuhan taria yang berjarak kurang lebih sekitar 15 Km, kami dibekali dengan beberapa ekor ikan, dan kembali melanjutkan perjalanan.
Setelah melalui sekitar 7 bevak, daya dorong perahu terasa mulai berat, arus kali taria juga terasa kian kuat, walau menyadari hal itu, tapi kami tetap memaksa, akhirnya hal yang kami kuatirkan terjadi, sekitar jam 15.30 Wit, baling-baling ketinting kami terlepas dan hilang terbawa arus, akibat tersangkut pada tebu air yang melintang di dalam kali taria. Tidak ada baling-baling cadangan, terpaksa kami turun dari perahu lalu bahu membahu menarik dan mendorong perahu melawan arus.
Hampir 3 jam kami berjuang melawan arus dengan menarik perahu dengan harapan segera mendapat pelabuhan Taria, tapi hal itu tidak terjadi, karena gelap sudah menutupi pemandangan kami, akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat melepaskan kelelahan dengan bermalam di sekitar bantaran kali taria.
Setelah menghangatkan badan dengan kopi, kami kemudian beristirahat, namun lagi-lagi ketimpa sial, sekitar pukul 23.00 Wit, hujan deras mengguyur, kami hanya bisa berlindung di bawah ranting pohon kering yang sudah roboh dengan beratapkan mantel hujan, sementara barang-barang bawaan kami telah diamankan dalam plastic sampah. Hujan deras itu ditambah dengan serangan nyamuk, membuat kami benar-benar kewalahan, dan tidak dapat tidur hingga pagi.
Pagi harinya, tanggal 1 April, walau dalam keadaan fisik yang lelah, kami tetap bersemangat untuk melanjutkan perjalanan. Saat itulah, musibah hamper saja menimpa kami, saat berusaha untuk menyeberangkan perahu ke pinggir kali di seberang, perahu kami terhempas dengan kencang oleh arus, walau kami berusaha dengan melompat dan menarik, tapi justru kami ikut terhempas, beruntung Jhon Dude dengan sigap melompat ke tepi yang aman dan menarik sekuat tenaga perahu itu, akhirnya kami selamat tiba di tepi meskipun sepatu boat aku menjadi korban, kemudian melanjutkan perjalanan dengan mendorong perahu menyusuri kali Taria yang arusnya semakin kencang.
Setelah 1 Km perjalanan dari lokasi itu, kami menemui sejumlah warga masyarakat, lalu meminta petunjuknya tentang lokasi pelabuhan, ternyata jarak pelabuhan sudah berada sekitar 500 meter lagi, kamipun bersemangat, kemudian beberapa saat, akhirnya berhasil masuk di pelabuhan Taria.
Karena kami bertiga baru pertama kali mengunjungi Kampung Taria, sehingga tidak mengetahui dengan pasti posisi Kampung yang sebenarnya, awalnya kami berpikir, lokasi kampung dekat dengan pelabuhan, ternyata perkiraan itu salah, setelah berjalan memikul beban menyusuri hutan sejauh 4 Km, barulah kami tiba di pemukiman Kampung Taria,jam 14.00 Wit. Rencana kembali mengambil sisa barang di pelabuhan tidak mampu lagi kami lakukan, kemudian kami meminta bantuan masyarakat untuk mengambilnya. Saat itu kami merasakan keletihan yang sangat luar biasa, tanpa membereskan barang dan membersihkan rumah, langsung merebahkan badan dilantai papan melepaskan kelelahan itu, huuf…cape deehhh.
Sekedar diketahui, Kampung Taria, secara geografis berjarak kurang lebih 200 KM arah barat daya dari Bandar udara Sentani, yang dapat ditempuh dalam waktu kurang dari dua jam menggunakan pesawat jenis cesna, Pilatus hingga jenis Caravan. Sementara menggunakan transportasi air, dapat ditempuh dalam waktu 4- 6 hari perjalanan dari pelabuhan Jayapura, menggunakan kapal perintis dengan tujuan pelabuhan Trimuris atau Kasonaweja, Ibukota Kabupaten Mamberamo Raya. Setelah itu, dari Trimuris, menggunakan speed boad tujuan Dabra melalui sungai Mamberamo, dan selanjutnya dari Dabra menuju pelabuhan Taria bisa ditempuh dengan menggunakan perahu kole-kole yang digandeng dengan engine 15 PK atau mesin 10 PK ( ketinting ).
Jarak garis lurus Dabra - Taria adalah 33,5 Km, sementara jarak perjalanan ( Lap Distance ) dengan menyusuri sungai adalah kurang lebih 91,9 Km. Jika menggunakan mesin 10 PK( Ketinting )dari Dabra menuju Taria, perjalanan tersebut dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 15 jam ( tanpa hambatan ) dengan kebutuhan BBM 15 liter, sebaliknya dari Taria menuju Dabra, waktu yang diperlukan adalah 7 jam ( tanpa hambatan ), BBM 10 liter. Waktu perjalanan kemungkinan akan semakin singkat jika menggunakan Engine 15 atau 40 PK, namun dengan kondisi sungai taria yang mengalami pasang surut dan dangkal, akan menjadi hambatan bagi pengguna motor temple 15 atau 40 PK. (yomo)

Thursday, May 6, 2010

Taria, Diantara Mamberamo Raya dan Mamberamo Tengah


Kampung Taria, secara geografis berjarak kurang lebih 200 KM arah barat daya dari Bandar udara sentani, yang dapat ditempuh dalam waktu kurang dari dua jam menggunakan pesawat jenis cesna, Pilatus hingga jenis Caravan. Sementara menggunakan transportasi air, dapat ditempuh dalam waktu 4- 6 hari perjalanan dari pelabuhan Jayapura, menggunakan kapal perintis dengan tujuan pelabuhan Trimuris atau Kasonaweja, Ibukota Kabupaten Mamberamo Raya. Setelah itu, dari Trimuris, menggunakan speed boad tujuan Dabra melalui sungai Mamberamo, dan selanjutnya dari Dabra menuju pelabuhan Taria bisa ditempuh dengan menggunakan perahu kole-kole yang digandeng dengan engine 15 PK atau mesin 10 PK ( ketinting ).
Kampung ini telah ada sejak Pemerintahan Kabupaten Jayapura tahun 1997, namun masih merupakan suatu wilayah rukun wilayah dari Kampung Dabra, selanjutnya pada tahun 2001, menjadi bagian dari Kampung Fuao, setelah itu, pada tahun 2007 menjadi kampung sendiri dalam wilayah Pemerintahan Distrik Mamberamo Hulu Kabupaten Mamberamo Raya.
Namun, ketika masyarakat di Kampung ini belum setahun bereforia dengan dengan kehadiran Kabupaten Mamberamo Raya, kini mereka dipusingkan dengan hadirnya Kabupaten Mamberamo Tengah yang diresmikan awal tahun 2008. Selanjutnya Kabupaten ini mengklaim wilayah Taria menjadi miliknya. Agar lebih menegaskan keberadaan Taria sebagai milik Kabupaten Mamberamo Tengah, tak tanggung-tanggung pejabat Bupatinya, yang meskipun hanya sebagai carateker, langsung mengeluarkan dana miliaran rupiah dengan mendatangkan perusahaan besar yang membawa peralatan berat, guna memulai pembangunan jalan dan lain sebagainya yang dimulai dari Kampung Taria.
Melihat hal itu, tak ketinggalan pejabat carateker Bupati Mamberamo Raya unjuk gigi, dirinya langsung membangun 60 unit rumah sehat di Kampung Taria untuk membuktikan dan menegaskan bahwa Taria merupakan wilayahnya. Sementara itu, Carateker Bupati Mamberamo Tengah tak mau kalau, jalan kota mulai di bangun, kantor dan rumah pegawai kini siap digunakan, air bersih dan PLN menjadi bukti keseriusannya, Masyarakat kian bingung, disisi lain mereka bernaung di rumah yang dibangun oleh Mamberamo Raya, namun di sisi lainnya, mereka juga kini menikmati air bersih dan penerangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah.
“ Kami bingung, kami sebenarnya masuk di Kabupaten Mana?,” ungkap Yeremias Kabdo, ketua Baperkam Kampung Taria, saat ditanya tentang status keberadaan Kampung Taria. Hal itu pernah di tanyakan kepada kedua carateker Bupati, tapi keduanya tetap mengklaim Taria sebagai milik Pemerintahannya. Demikian halnya ketika mendapat kunjungan Wakil Gubernur Papua, hal itu pernah ditanyakan, tetapi tidak mendapat kejelasan dari Wakil Gubernur. “ Bapak Wakil Gubernur bilang, soal batas wilayah, nanti dari Pemerintah Provinsi yang atur, kalian rakyat hanya tau menikmati saja hasil-hasil Pembangunan yang Pemerintah lakukan,” jelas Yeremias Kabdo meniru ucapan Alex Hesegem, saat turkam ke kampungnya 2009 lalu.
Kepala Kampung Taria, Robert Foisa mengaku heran dengan ketidakjelasan itu.” Saya ini aparat dari Pemerintah Kabupaten Mamberamo Raya, dan semua warga di sini adalah orang Mamberamo Raya, tapi kenapa, kami tidak diberi penjelasan soal ini?kami ini milik Mamberamo Raya atau milik Mamberamo Tengah?,” ungkap Roberth. Dirinya tak ingin dituding makan untung dari kondisi itu, sehingga meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua segera memperjelas status mereka.
Bahkan akibat kehadiran Mamberamo Tengah, kini di kampong Taria warganya mulai terpencar dengan membentuk Pemerintahan Kampung yang baru, sebelumnya hanya Kampung Taria, sekarang ada kampong Tariko dan Kampung Taria 2, dan sedang diupayakan untuk mendapat restu dari Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah. Wilayah yang dihuni oleh suku Taburta itu, kini telah dihuni pula oleh suku Gen dari Kobakma dan suku Wina dari Tolikara, yang cepat atau lambat, diduga akan menjadi sumber konflik.
Jika merujuk pada Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukkan Kabupaten Mamberamo Tengah, maka keberadaan Kampung Taria, sebenarnya tidak termasuk dalam cakupan wilayah Mamberamo Tengah, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang tersebut, khususnya pada bagian kedua pasal 3. Kalau Mamberamo Tengah kemudian mengklaim Taria sebagai wilayahnya, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 ini,mungkin harus ditinjau kembali.
Pada bagian kedua Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008, tentang cakupan wilayah, pasal 3 ayat 1, menjelaskan, bahwa Kabupaten Mamberamo Tengah berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Jayawijaya yang terdiri atas cakupan wilayah : Distrik Kobakma, Distrik Kelila, Distrik Eragayam, Distrik Megambilis dan Distrik Ilugwa. Ayat 2, Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digambarkan dalam peta wilayah yang tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Kemudian pada pasal 4, dijelaskan, bahwa dengan terbentuknya Kabupaten Mamberamo Tengah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, wilayah Kabupaten Jayawijaya dikurangi dengan wilayah Kabupaten Mamberamo Tengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3. ( Jadi dalam pasal ini, tidak tertulis, ada pengurangan wilayah dari Kabupaten Mamberamo Raya )
Selanjutnya pada bagian ketiga, tentang batas wilayah, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 , bahwa Kabupaten Mamberamo Tengah mempunyai batas-batas wilayah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Mamberamo Hulu Kabupaten Mamberamo Raya ( Artinya, batas itu adalah titik tertinggi dari gunung yang membatasi wilayah dataran rendah Mamberamo dan wilayah pegunungan )
- Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Elelim dan Distrik Abenaho Kabupaten Yalimo
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Wolo dan Distrik Bolakme Kabupaten Jayawijaya, dan
- Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Bokondini dan Distrik Kembu Kabupaten Tolikara
Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digambarkan dalam peta wilayah yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Penegasan batas wilayah Kabupaten Mamberamo Tengah secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri paling lama 5 ( lima ) tahun sejak diresmikannya Kabupaten Mamberamo Tengah.
Dengan penjelasan pasal 3 , pasal 4 dan pasal 5 tersebut jelas menegaskan, bahwa keberadaan Taria adalah tetap dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Mamberamo Raya. Apalagi pada pasal tersebut tidak ada penjelasan yang mengatakan kalau cakupan wilayah Mamberamo Tengah meliputi sebagian wilayah Mamberamo Raya.
Tapi sayangnya, untuk mengakali agar Taria diakui masuk dalam wilayah Distrik Megambilis, Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah kemudian memindahkan Ibukota Distrik Megambilis dari Kampung Megambilis ke Kampung Taria , padahal jarak antara Kampung Megambilis dan Kampung Taria adalah 42 KM.
Hal inilah yang kemudian membingungkan masyarakat di Kampung Taria, dan kini mereka menanti jawaban atas ketidakpastian dari pencaplokan wilayah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah. Apalagi keberadaan aparat pemerintahan kampung Taria kini tengah disorot aparat-aparat dari Kampung lain, yang menganggap aparat di Kampung Taria telah mengambil keuntungan dari keberadaan dua Kabupaten itu sehingga berkembang tuntutan yang meminta agar aparat Kampung Taria dikeluarkan dari daftar administrasi Pemerintahan Kabupaten Mamberamo Raya.
Karena perkembangan itulah, maka aparat di Kampung Taria memohon, agar sebelum menjadi Pemerintahan yang definitive, ada baiknya Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat segera menyelesaikan persoalan ini, sehingga tidak menyusahkan mereka.(yomo)